Monday, June 25, 2012

sawarna runaway : survival kit

Pastinya kalian pernah dong mendengar soal konsep evolusi yang dikemukakan bang darwin tahun 1859 lewat buku konvensional yang berjudul the origin of species. Dari 5 konsep utama #cmiiw soal teori evolusi, pelajaran yang dapat saya tangkap adalah survival of the fittest. Organisme yang dapat bertahan hidup ketika terjadi seleksi alam, bukanlah yang paling kuat #hamburotot, melainkan yang paling fit, paling siap, paling adaptif.

Mengapa saya mengungkit-ungkit soal otot survival di post kali ini? Yap, menyambung postingan sebelumnya, saya akan berbagi cerita mengenai perjalanan saya dan teman-teman melawat ke sawarna. Berhubung bandung-sawarna berjarak sekitar 194 km, maka demi kemashlahatan bersama, kami harus mempersiapkan segala sesuatunya terlebih dahulu dengan penuh perhitungan. Semua ini dilakukan demi satu hal: survive.

194 km
definisi 'survival of the fittest' sebenar-benarnya. terutama buat yang duduk di kursi mobil paling belakang


Perjalanan dimulai dengan berjanjian kumpul pukul 06.00 WIB di gerbang ganesha demi menghindari kesibukan bandung di pagi hari. Tapi selayaknya makhluk indonesia, janji-janji yang terucap hanyalah manis di mulut saja, alhasil hanya saya dan mirna yang termenung diam, makan gorengan di ganesha 10 pada pagi itu. Kedatangan nona alida dan reni menandakan acara dilanjutkan ke sesi berikutnya, tidak lain tidak bukan adalah sarapan pagi. Satu per satu personil tim pun mulai berdatangan. Ade, gustaf dan willy.

Note: saya lagi seneng ngulik aplikasi pixrl-o-matic, jadi beberapa foto yang tampil di sini sudah dalam pengaruh efek gaul dan canggih. Buat yang pengen lihat versi originalnya, silakan buka google plus atau fesbuk saya.

sarapan pagi
memenuhi dogma makan 3 kali sehari. buat alida & reni, maaf fotonya agak gelap :3

Perjalanan di mulai dengan masuk ke dalam mobil terios #ba-dum-tss. Sepanjang perjalanan tuan gustaf buka-bukaan #lebay bahwa kami akan menginap ala homestay di rumah pak wanda. Agar segalanya lebih lancar, di sukabumi kami menyempatkan mengunjungi pasar setempat untuk konser tunggal berbelanja bahan makanan dan tidak lupa menuntaskan hasrat untuk berkunjung ke kamar kecil. Nama pasarnya cukup menarik: pasar gudang. Saya rasa kata 'gudang' berasal dari lokasinya yang berada di dekat gudang kereta api. Tapi entahlah, saya tidak tahu pasti. Yang pasti, dilihat dari ukurannya pasar ini bukanlah pasar induk, namun cukup lengkap. Ade, reni dan mirna yang memiliki gen belanja di dalam darahnya dengan semangat menelusuri seluk beluk pasar tanpa kenal lelah. Mata memicing tajam. Beli ini, beli itu. Tidak peduli dengan peluh yang bercucuran, semua demi satu idealisme: shopping or die.

pasar gudang
beruntung bagi kami saat itu karena pasar masih ramai, padahal sudah mulai siang

subhanallah...
oase di tengah padang pasir

pembunuh berdarah dingin
tiada ampun bagimu

Alasan utama jam 6 pagi dipilih sebagai waktu berkumpul selain untuk menghindari hiruk pikuk kota bandung, juga untuk menghindari kepadatan kendaraan di kala weekend. Weekend? Yap, kami selaku mahasiswa teladan memilih hari minggu sebagai hari keberangkatan. Tujuannya mulia: menikmati sawarna sepenuhnya. Belum cukup jelas? Oke. Perhatikan dengan seksama diagram venn di bawah ini:

alay di sekitar kita
probabilitas kemunculan alay di antara pelancong menjadi sangat tinggi di kala weekend

Namun dengan adanya kebiasaan jam karet pada saat keberangkatan dan adanya persinggahan sejenak di pasar gudang, berimplikasi pada waktu perjalanan yang mau tidak mau menggendut secara perlahan. Perjalanan yang idealnya cukup ditempuh selama 4 jam #bebashambatan, menjadi impian belaka karena nyatanya pada saat jam makan siang tiba kami masih berpacu mesra bersama truk dan bis di jalan raya pelabuhan ratu.

Perut adalah organ yang selalu jujur, terutama jika berbicara tentang ukuran. Perut itu bagaikan harimau yang tunduh #naoooon. Ketika ia marah, maka fatal akibatnya. Perut kami yang akhirnya sadar bahwa telah melewatkan waktu makan siang, mulai melakukan aksi unjuk rasa sehingga memaksa kami untuk singgah di warung pinggir jalan di salah satu bukit sekitar pelabuhan ratu. Namun, mungkin memang belum jodoh. Ternyata warung yang kami serbu sedang tidak menjual nasi. Adapun fakta luar biasa lain bahwasanya tidak ada wc di sekitar warung. Sebuah kabar buruk bagi ade yang sedari tadi menahan pipis. Apa daya. Bertahanlah ade! Inget kata om obama, "yes we can".


yes we can
slogan om obama yang selalu kita pegang teguh di kala menahan pipis

pelabuhan ratu tampak atas
warna hijau masih di mana-mana, menandakan masih asri terawat

ketika lensa mengkhianati wanita
salah satu kejahatan lensa yang saya gunakan adalah titik fokus yang bandel

Salah satu kesalahan terbesar yang kami lakukan dalam perjalanan bandung-sawarna adalah ketidaktahuan kami soal rute menuju lokasi. Tuan gustaf selaku navigator mengalami penyakit yang disebut dengan lupa-lupa-ingat. Alhasil nona alida selaku calon pemiliki sim B harus rela menempuh rute berputar sejauh 30 km, padahal jika melalui rute normal cukup sekitar 10 km saja. Tapi sudahlah, pada akhirnya semua kelelahan itu terbayar oleh senja merah di sawarna yang hangat dan hareudang :3

Well, saya rasa cukup untuk post kali ini. Masih banyak yang akan saya bagi dengan kalian, so, nantikan postingan berikutnya :D

pembuktian sertifikasi sim B nona alida
rute menuju sawarna. rute berputar-hambur-bensin (dari arah bandung) ditunjukkan oleh warna merah

senja merah sawarna
hangat. meredam rasa lelah yang tak terkira

image source || maps.google.com
photo source || it's yogas' !

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...