Saturday, December 31, 2011

moving forward

Oke. Butuh lebih dari satu minggu untuk menyelesaikan post ini. Bukan. Bukan untuk menyunting. Melainkan untuk meyakinkan diri sendiri bahwa apa yang saya tulis memang benar apa yang saya alami #mudah-mudahan.

"Move on dong gas"
"Face reality and get it over with"

Adalah dua kalimat inti yang sering terucap oleh sahabat-sahabat saya baik itu melalui percakapan sehari-hari bahkan secara publik via twitter (makasih loh, ya. pengumuman). Well. Kadang saya sendiri tidak paham, saya harus move on dari apa. Apakah keadaan? Mungkin saja. Apakah seseorang? Mungkin juga. Pertanyaan itu selalu menggerayangi benak saya sampai akhirnya berubah menjadi pertanyaan lain setelah sebuah pertemuan singkat. Pertemuan sederhana. Pertemuan di siang yang indah bersama si lucu #namasamaran.

Dalam pertemuan ini, saya mengalami sebuah momen keren dimana di dalam pikiran saya melintas memori-memori hidup saya #flashback. Hanya sebentar memang, tapi cukup signifikan. Mampu membuat saya terdiam dan termenung selama beberapa saat. Menyadari akan suatu pergeseran persepsi di dalam diri saya. Persepsi yang selama ini saya yakini dan menjadi pegangan dalam merespon dua kalimat inti yang selalu dilontarkan sahabat-sahabat saya.

"Move on dong gas"
"Face reality and get it over with"

Pertanyaan itu kembali muncul dalam benak saya. Kini saya mengerti. Butuh dua tahun bagi saya untuk menyadari sebuah persepsi, dan butuh satu tahun untuk menyadari bahwa persepsi itu telah bergeser. Mungkin ini yang christopher nolan sebut dengan inception. Menanamkan sebuah persepsi ke dalam bawah sadar seseorang. Saya tidak mengalami dream-sharing memang, tapi saya rasa kata inception cukup menggambarkan proses pergeseran persepsi di dalam diri saya. Dalam pertemuan tersebut, muncul sebuah pertanyaan baru.

"Can I moving forward?"

Saya tidak dirugikan. Saya tidak menyesal. Adalah respon alami saya terhadap pertanyaan baru yang mulai nongkrong di dalam kepala saya. Tapi dalam keyakinan yang mutlak itu, muncul keraguan akan diri saya sendiri. Apakah ini jawaban yang benar? Keraguan tumbuh dengan cepat di dalam diri saya hingga membuat saya tak kuasa untuk mengambil keputusan.

Tidak ada jalan lain, saya akhirnya menekan emergency dial, menghubungi sahabat saya yang paling netral sedunia, si tawa jahat. Argumen-argumen dan penilaian mengenai diri saya menjadi tumpuan saya untuk kembali merenung dan menganalisis. I had to cut this thing. Untuk keadaan yang lebih baik, untuk relasi yang lebih baik, dan untuk diri saya yang lebih baik.

Maka, di sore yang indah, saya mengambil sikap.
I talked about it, I dealt with the risk and I moved forward.




4 comments:

  1. memang kudu terus bergerak gas. Energi lapuk semakin terakumulasi seiring berlalunya waktu. Seperti kata plang di situ lembang, ragu-ragu lebih baik kembali.

    *eh tapi kalau gitu ga bakal move on terus ya? hahaha.*

    seperti kata Yoona pada saya (ngarep): hwaiting!daebak!

    ReplyDelete
  2. Keputusan untuk move on adalah hal yang chalenging. Pria butuh tantangan kan? It will constantly chalenge you. So, enjoooy...

    Ps : urang menuntut inisial yang lebih baik, demi Tuhan. Si bijak misalnya. kyuuww :3

    ReplyDelete
  3. Apapun pilihan maneh. Jalanilah. Hahaha. Urang akan menyaksikan. #makanpopcorn

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...